Jakarta - Kasus kematian wartawan Mara Salem Harahap atau Marsal akhirnya menemui titik terang. Kepolisian telah menangkap dan menetapkan tiga tersangka, di mana dua merupakan eksekutor dan seorang lagi otak pembunuhan.
Kapolda Sumut, Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak menerangkan, masing-masing tersangka berinisial YFP, A dan S. “YFP adalah humas Ferrari, sementara S pemilik Ferrari, ” kata Irjen Panca saat menggelar konferensi pers, Kamis (24/6/2021) di Mapolres Pematang Siantar, Sumatera Utara.
Ketua Umum, Ketum PWRI Persatuan Wartawan Republik Indonesia, DR. Suriyanto PD, SH, MH, M.Kn. Mengapresiasi kinerja Polri, Jajaran Polda Sumatera Utara, yang telah berhasil mengungkap kasus penembakan salah satu wartawan di Simalungun Sumut. Saya, " Atas Nama Ketum PWRI mengucapkan terimakasih atas kerja keras Polri, yang tidak perlu waktu lama telah berhasil mengungkap pelaku penembakan Mara Salem Harahap, '' Ucap DR. Suriyanto yang juga Dosen Hukum media massa Universitas Jakarta.
Dari tiga tersangka itu terdapat seorang oknum TNI berinisial A. Dia bertindak sebagai eksekutor penembakan terhadap Marsal.
Kematian Marsal Harahap, menorehkan luka batin yang mendalam bagi seluruh insan pers tanah air, termasuk Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI)
Ketua Umum DPP Persatuan Wartawan Republik Indonesia (DPP PWRI) Dr. Suriyanto PD, SH, MH, M.Kn, mengaku geram dengan peristiwa terbunuhnya wartawan Marsal Harahap, dan meminta kepada hakim yang mengadili pelaku dan otak di balik peristiwa ini dihukum mati.
“ Saya selaku Ketua Umum PWRI meminta kepada hakim yang mengadili otak dan pelaku yang mengakibatkan terbunuhnya saudara kita Marshal Harahap dihukum mati. Mereka adalah teroris wartawan yang sangat keji dan biadab tidak berperikemanusiaan, ” kata Suriyanto kepada awak media ini, Jumat (25/6/2021) pagi.
Disampaikan Ketum PWRI, ini menjadi pembelajaran agar bisa menimbulkan efek jera.
“ Kekerasan apalagi menghilangkan nyawa tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun, apalagi kekerasan itu dilakukan terkait pemberitaan, ” tegas Suriyanto.
Suriyanto mengingatkan, kekerasan bukan jalan keluar untuk menyelesaikan persoalan terkait pemberitaan. Ada mekanisme yang bisa ditempuh.
“ Bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan pers bisa menempuh prosedur penyelesaian sengketa sebagaimana diatur dalam UU Pers Nomor 40 tahun 1999 dan Peraturan Dewan Pers, tidak perlu menggunakan cara-cara kekerasan dan bar-bar seperti itu, ” ujarnya.
Agar peristiwa seperti ini tidak lagi terjadi, Suriyanto mengingatkan kepada segenap unsur pers tanah air untuk tetap mengedepankan keselamatan diri dan selalu berpedoman pada kode etik jurnalistik dalam menjalankan tugas professional sebagai wartawan.